Monday, November 28, 2011
Nothing last forever
Seindah sepoi angin menggoyang dahan.
Sekuat embun pagi bertahan ditempatnya berpijak.
Cahaya lilin bergoyang mengikuti irama hati.
Beriring alunan lagu sendu mengelilingi bumi.
Melangkah dalam dentuman tak pasti, bertahan dalam senyum menipu hati.
Terseokseok memaksa nafas memburu, memaksa kelunya kata menyanyikan melodi cinta.
Kembali daun menguning disetiap masanya.
Berjalan kembali si semut dalam tatapan kosong.
Bersiap angin pantai menjemput ombak pulang.
Berdiri, berjalan dan berlari kembali dalam langkah angkuh...
Thursday, November 17, 2011
Sedang Ingin Mengenang (2)
I do, I miss the moment in my collage. Where we were getting mad, getting stress, run and run, stay up all night long everyday, and we got the jackpot (under-eye dark circle)! hahahaha
After 3 years we learn and learn, and then we have to do our final project in the last year. Mm, not all student. Some peoples still must do their task. I just the lucky one :D
This is the 3d rendering view of my final project. Not a good design, but I love it! It's like the other side of me.
(the class room - chicken class and duck class) |
(the gallery room and the outdoor) |
(the cafetaria) |
this is my gallery space on the exhibition |
and this is the mock-up |
let's draw! make it colorful! |
drawing is better than doing nothing :D |
hahaha miss you guys! |
thank you so much Aldila and Nidya for the picture
thank you so much Wagner Boratto for the cute song! I like it!
thank you so much for everyone around me
and thank you so much Allah, Alhamdulillah, Subhanallah..
Tuesday, November 15, 2011
Sedang Ingin Mengenang
Wednesday, November 9, 2011
challenging my self
Anyway, saya bukan seorang backpacker bahkan traveler seperti mereka. Saya cuma seorang pemimpi yang terkungkung di bawah atap agar terhindar dari panas dan hujan. Kali ini saya hanya ingin merekam ulang perjalanan saya beberapa waktu lalu melalui tulisan. Sayangnya saya bukan fotografer ataupun semacamnya untuk mengabadikan gambar. Esensi dari perjalanan kali ini adalah mengukur kemampuan saya ketika menghadapi dunia luar sendirian. Mm.. tapi tidak sedrastis yang anda bayangkan. Maklumlah ya.. anak kemaren sore.. :P
Dua minggu lalu, saya nekat bepergian sendiri ke kota Jogjakarta. sendiri?? tidak juga. masih terlalu nekat untuk saya pergi sendirian. Yap, untuk ukuran anak manja seperti saya. Tapi beribu terima kasih untuk bapak dan ibu yang mengijinkan saya bepergian sendiri ke Jogja.
Kenapa Jogja? Untuk pemula seperti saya, saya memilih kota ini karena saya sudah familiar. Cari aman dulu lah.. Hehe apalagi dengan isi dompet yang cukup miris, Jogja recommended lah untuk yang iritirit.
Tujuan utama ke Jogja adalah merasakan euforia Jogja Java Carnival 2011. Ini merupakan imbas balas dendam akibat tidak berhasilnya saya menyaksikan Jember Fashion Carnival 2011 lalu karena sibuknya mengurus administrasi kampus yang njlimet. Selain itu, ini mungkin jadi kesempatan terakhir saya sebelum sibuk berkutat dengan karir (agak miris ngetiknya), jadi saya mau puaspuaskan liburan-maksa saya.
Perjalanan dipersiapkan dua hari sebelumnya dengan membeli tiket kereta kelas ekonomi dan mempersiapkan barangbarang yang dibawa sesuai kebutuhan saja. Jumat, 21 oktober jam 5 pagi saya berangkat ke stasiun diantar oleh teman sekost. Saya bersama teman kost yang akan menempuh perjalan pulang kampung ke Madiun sudah tiba di stasiun dan siap menaiki kereta. Tiket kereta menunjukkan keberangkatan pukul 6 pagi, tapi kereta tak kunjung berangkat. pukul 6.25 barulah kereta berangkat. Ini adalah pertama kalinya saya naik kereta ekonomi dan sendirian. Tidak sendirian, tapi bersama seorang teman yang menemani setengah perjalanan saya menuju Jogja. Merasakan naik kereta ekonomi (sebelumnya cuma sekali naik kereta bisnis), dimana selalu ada penjual makanan dan barangbarang-apa-saja yang dijajakan kepada para penumpang, berhenti hampir disetiap stasiun, panas. Untungnya tidak ada asap rokok. :)
Di kost, teman saya ini selalu bercerita tentang perjalanan dia pulang kampung ke Madiun dimana dia menemui berbagai macam orang tentunya. Orang yang duduk di sebelahnya, di seberangnya, dan seliweran orangorang yang lewat. Ia bertemu dengan bapak dosen jurusan lain dari kampus yang sama, ITS, yang kemudian mengajaknya sharing seputar pendidikan dan sebagainya. Dimana ia terdiam dan terhenyak oleh pemandangan yang cukup asing dan menggelikan, melihat sepasang homoseksual dikursi seberang. Dan masih banyak pengalaman lainnya. Dan saya juga ingin merasakan seperti yang dia rasakan. Akhirnya saya naik kereta untuk perjalanan yang cukup jauh. Mmm..tentunya masih ada yang lebih jauh dari perjalanan ini. Ternyata kursi di depan kami kosong, teman saya memilih duduk berhadaphadapan dengan saya agar lebih nyaman mengobrol. Tapi kemudian teman saya tertidur, saya memilih menikmati perjalanan saat itu.
2 jam perjalanan, teman saya masih tertidur di depan saya. Tibatiba seorang bapak paruh baya menanyakan kepemilikan kursi kosong disebelah saya. Karena si kursi tak berpenguni, si bapak meminta ijin duduk di kursi tersebut. Kemudian si bapak mulai bertanyatanya dan berceritacerita. Sedikit risih memang karena posisi si bapak yang agak aneh bila mengajak saya mengobrol. Kemudian teman saya terbangun dari tidurnya dan kami mengobrol bertiga. Si Bapak tidak hanya bercerita tapi juga ‘ceramah’. “Tahukah kalian surat apa ayat berapa dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang bla bla bla...”. Saat itu saya dan teman saya berpikir bapak ini adalah ustadz, tapi kok ‘begini’ ya? Setengah jam saja teman saya bangun, lalu ia tidur lagi dan saya harus mendengarkan ceramah si Bapak sendirian. Baiklah pak...lalu apakah saya akan menghabiskan sisa waktu perjalanan saya ke Jogja bersama Anda berdua?? Kumohon siapapun, duduklah dikursi depan saya, tapi jangan perokok.
Stasiun Madiun, teman saya turun, berpamitan pada saya dan si Bapak. Saya sedih, takut, gugup. Perjalanan ini saya tempuh sendirian! Tidak apa Lusy, kau harus berani! Pikir saya. “Hati-hati di jalan ya Nak, salam buat keluarga dirumah”. “Iya, Pak.. mari.. Assalamualaikum”. Kemudian si Bapak melanjutkan, “Sebagai perempuan muslim, berjilbablah. Perempuan yang menggunakan jilbab, pasti lebih cepat menikah”. *straight face*
10 menit.. Kereta masih diam. Si Bapak yang tadinya kebelakang meninggalkan jaket di kursi saya. Saya harus bagaimana lagi untuk perjalanan 3 jam selanjutnya menuju Jogja. Si Bapak kembali, diikuti oleh istrinya yang kemudian duduk tepat di kursi depan saya. Alhamdulillah.. hehehe
15 menit.. belum ada tandatanda kereta mau berangkat. Segerombolan remaja di kursi seberang saya mulai misuhmisuh. Si Ibu sudah mulai kegerahan. Tidak lama kemudian kereta mulai bergerak. Teman saya masih mengkhawatirkan saya, ia menemani saya melalui chatting. Begitu mengtahui si ibu ternyata baik hati, ia memilih bercengkrama dengan ibunya dirumah, ia meninggalkan saya. Pikiran saya yang tadinya buruk terhadap si bapak berubah baik ketika si ibu juga mengajak saya mengobrol dan menawarkan saya kue. Kue tradisional turunan tiong hoa Surabaya yang mulai langka. Mm, Bapak dan Ibu ini asli Jawa namun penyuka kue yang dijual di Pasar Atom. Rasa kacang hijau yang enak, tekstur tepung-entah apa namanya- yang kasar namun benarbenar tradisional. Sayang sekali saya lupa namanya. Hehe..
Perjalanan yang panas, pedagang yang cukup mengganggu. Melewati Klaten, kemudian Delanggu. Tempat dimana bapak saya pernah dibesarkan, dimana sanak saudara berkumpul. Saya menikmati perjalanan saat itu diatas kereta, karena sebelumnya saya menikmatinya diatas mobil, atau bis bahkan motor. Sejam lagi tiba di Lempuyangan.
Jogja merupakan salah satu kota dengan budayanya yang cukup kental.Entahmengapa selalu ada magnet yang membuat saya ingin kembali kesana. Sayangnya, jalanan Jogja sudah tidak memegang adat budaya lagi. Terlalu banyak plakat, baliho dan temantemannya di jalanan Kota Jogjakarta. Sedih. (Maaf tidak ada foto terkait :P).
30 menit sebelum turun dari kereta. Saya mengirim sms ke Tante saya. Ia akan menjemput saya di depan Lempuyangan. Tante yang belum pernah saya tahu wajahnya, tapi kami sudah dekat sekali. Saudara jauh, tapi cukup dekat. Tante yang gaul, melebihi saya. Tante yang heboh melihat saya melebihi ekspresi saya. Hahaha... Dibawalah saya makan siang di kawasan UGM, bercengkrama, bercanda. Menyenangkan. Pertemuan pertama dengan Tante Ayu yang mengesankan.
Di rumah Tante saya berkenalan dengan anak keduanya yang sebaya dengan saya, kemudian anak pertamanya yang sebaya dengan kakak saya, keponakan Oom yang tinggal untuk kuliah disana juga, serta Oom yang seorang dosen. Suasana rumah yang hangat dan tenang. Tante saya memercayakan pada saya untuk mengendarai motor keliling Jogja, tapi saya masih belum berani, saya buta arah dan tak tahu jalanan Jogja.
Sabtu. Setelah percakapan semalam sebelum tidur, anak tante yang cantik itu mengajak saya pergi jalanjalan mencari aksesoris di sebuah tempat di kawasan Malioboro. Berpanas-panas. Tidak mendapatkan sang aksesoris yang diinginkan, kami mencoba ke Mirota. Bukan aksesoris, tapi kami membeli baju yang sama. Hahahaha... beginilah wanita. Dan saudara saya itu membeli 2 baju! Batal beli aksesoris. Kami tertawa layaknya teman yang sudah sangat akrab. Memenuhi titipan ibu, kami ke Beringharjo. Juga masih dalam ragka mencari aksesoris, kami semakin masuk kedalam pasar. Dan kami tersesat di dalam pasar. Kami lupa jalan keluar. Hahaha...
Di Jogja saya berjanji akan bertemu dengan seorang teman lama, menemani saya melihat karnaval. Manusia memang bisa berencana, Tuhan-lah yang menentukan. Dan kami batal bertemu karena pekerjaan teman saya. Sekali lagi makna perjalanan sendiri saya kali ini adalah bertemunya dengan temanteman. Tanpa sengaja saya menyaksikan karnaval dengan seorang kakak tingkat kuliah yang sedang bekerja di Kota Gudeg tersebut. Teman yang baik. Sepulang dari melihat karnaval ia mengantar saya ke hotel tempat rombongan temanteman kos saya tinggal. Terlalu larut untuk pulang kerumah Tante, lebih baik saya tidur berjubel daripada merepotkan orangorang rumah.
Teman kost yang baik hati, merelakan tempat tidurmu untukku, sedangkan kau sedang butuh tempat yang lebih hangat. Semoga kau sehat selalu!
Kakak tingkat, apakah kau kurus disana karena aku? Semoga tidak. Sudah kuperingatkan kau untuk menggunakan taksi menempuh 8 km perjalanan ke kost mu daripada berjalan kaki. Terima kasih banyak! :)
Esok paginya saya memilih pulang untuk tidur. Memenuhi kebutuhan tidur saya yang tidak cukup untuk melanjutkan petualangan selanjutnya (hm, terlalu hiperbola, saya tidak pergi kemanamana). Menunggu dijemput Sang Tante, tapi cukup lama. Menahan lapar dan kantuk sambil menikmati jalanan Malioboro. Menyaksikan beragam orang lewat di depan saya, parkir motor, turis berlalulalang hingga bosan. Saya lapar sekali. Saya memilih ber-sms dengan temanteman saya, sembari melihat langkah kaki orangorang yang lewat didepan saya.
Saya melihat alas kaki mereka. Cewek.. cowok.. cewek dan cowok.. segerombolan cewek abg... turis.. keluarga kecil...uh, lucu sekali bayinya.. cewek lagi.. cowok cowok... turis lagi.. sms masuk, balas sms. Sendal cowok tapi kaki cewek sama sepatu cowok?? Tengok wajahnya Astagaaa teman kampus!!!
2 jam penantian saya di Malioboro sepanjang pagi serasa terobati. Saya bertemu dengan dua teman kampus. Rasa rindu saya seperti terobati. Entah apa yang saya rindukan. Kami bercengkrama, mengolokolok seperti ketika masih kuliah, berteriak, dan berjanji akan jalanjalan bersama sore nanti. Jemputan saya sudah datang. Lalu saya pulang. Di rumah saya memilih segera tidur samarsamar membalas sms temanteman.
Waktu menunjukkan pukul 1 siang. Saya segera bergegas kembali ke Malioboro untuk memenuhi janji bersama temanteman saya. Saya beranikan diri menerima tawaran tante untuk mengendarai motor. Ini juga agar saya tidak merepotkan keluarga tante. Saya segera berangkat dibantu dengan penjelasan anak perempuan tante yang cantik. Sudah saya duga, sekaliduakali memang tidak cukup untuk mengenal jalanan Kota Jogja, terlalu banyak persimpangan. Belum lagi mereka mengenalkan saya di jalan tikus. Setidaknya pengalaman nyasar bisa menjadi pelajaran berharga untuk mengenal jalanan utama Kota Jogja. Nyasar yang cukup lama dan hampir membuat saya desperate. Dan nyali saya terlalu ciut untuk bertanya pada orangorang. Ah, katanya mau ngukur sejauh mana keberanian saya, tapi kok malu tanya? Udah tau malu bertanya sesat di jalan, sampe taun depan gak nemu jalan pulan deh lu!
Baik, saya harus bertanya. Dan sorang mas tukang parkir yang ramah menunjukkan kepada saya jalanan menuju Malioboro. Hampir sampai dan saya masih salah jalan! Putar balik saja, lalu ikuti jalanan menuju Malioboro. Parkir dan mendatagi hotel tempat teman saya menginap. Lalu tujuan utama kami adalah makan siang. Sudah lapar sekali.
Senang. Itu yang saya rasakan ketika saya bisa mengobrol banyak dengan teman yang lama tak dijumpai. Apalagi ketika saya berada sendirian di kota orang. Bercerita dan bersendagurau sepanjang jalanan Malioboro menuju Cafe di Mirota. Dicium badan becak, papasan dengan kuda, mengalah pada badan dokar. Sabar ya teman, perjalanan ke Mirota memang agak jauh, tapi saya tahu kamu tahan dengan kruk mu, dan apakah kau perlu ku gandeng? Hahaha... kami tiba dan segera memesan makanan. Masih bercanda dan temanteman saya mengajak saya menonton film. Hm, maaf ya teman, Bioskop itu terlalu murah untuk mendapatkan suasana mahal seperti liburan-maksa saya di Jogja ini. Mereka pergi menonton sendiri.
Di Mirota juga saya berjanji bertemu dengan seorang sahabat pena dari luar Pulau Jawa. Well, selamat datang kawan! Senang bisa bertemu denganmu! :) Memang –seperti kata mbak Syahrini- sesuatu banget bisa bertemu dengan seorang teman dari jauh yang juga kebetulan sedang berada di Jogja, mengingat saya juga punya sahabat pena dari luar Pulau Jawa juga dan kami sudah berteman selama 5 tahun lebih dan belum pernah bertemu sekalipun. :) Dan di Jogja ini saya bertemu teman lagi! :D
Sore itu saya habiskan waktu saya bersama teman-dari-Palembang. Menemaninya mencari oleholeh untuk keponakan tercinta dan kakaknya tersayang sembari mengobrol sepanjang Beringharjo dan Malioboro.Sudah maghrib, perjumpaan tak lama, di parkiran depan Benteng Vredeburg kami harus berpisah. Perjalanan menuju Kota Magelang cukup jauh, dia harus segera pulang agar tidak terlalu malam. Sepulang dari Malioboro seusai gerimis. Berbekal selembar peta cumacuma yang saya dapatkan dari Mirota, saya pulang mengendarai motor, dan syukurlah saya tidak nyasar. Saya pikir saya sudah bisa jalanjalan sendiri lagi di Kota Jogja ini.
Tante dan Oom menyambut kedatangan saya. Mereka tersenyum lebar melihat saya kembali dengan selamat. Tante, sampaikan saja pada Bapak dirumah, saya berani di Jogja ini. Hehehe.. Di kamar tante saya bercerita tentang hari itu. Mengalir layaknya sahabat dekat. Tante saya ini memang keren. Dia bahkan ingin memiliki baju baru anaknya yang baru saja dibeli bersama saya itu.
Senin. Saya masih ingin di Jogja. Tapi semalam ibu menyuruh saya segera pulang. Kata bapak dan ibu, tidak baik terlalu lama dirumah orang yang bukan saudara dekat. Sungkan. Tapi saya masih ingin di Jogja. Tante saya memilih menemani saya jalanjalan ke Keraton Jogja dan menunda peertemuan gerejanya. Tante, kau baik sekali. Peluk dan cium dari ponakanmu yang belel ini untukmu disana yaa. Muah! Tante saya ini memang istimewa. Beliau fotogenik melebihi saya. Saya memang bukan seorang fotogenik tentunya. Setiap kali beliau meminta foto, beliau pasti memasang kacamata hitamnya yang nyentrik. Satu sesi foto yang membuat saya terperangah, saya tidak pernah seedan tante saya ini kalo fotofoto. Padahal saya pikir saya sudah cukup gila.
(saya tidak perlu menunjukkan foto yang paling 'istimewa' :P)
Memasuki Museum Kareta Keraton. Kami tak hentihenti berdecak kagum pada kemegahan beberapa kereta. Mmm, terlalu mistis bila diceritakan. Hahaha. Terlalu terpanah pada tiap detailnya. Dan tentunya terlalu lama untuk turis domestik yang melihatlihat kereta dalam ruangan tersebut. Polah tingkah kami dalam ruangan mengundang kecemasan para guide yang menjaga ruangan museum. 4 rombongan turis domestik sudah lewat, namun kami masih terperangah dalam ruangan tersebut. Pak Guide datang dan menyadarkan kami. Kami tentu saja sangat sedang dalam keadaan sadar dan waras. Lalu begitu ringannya Pak Guide yang baik itu menceritakan beberapa ‘pengalaman’ turis, kereta dan kesakralannya.
(Kereta ini masih digunakan untuk membawa jenazah Sultan ke Pesarehan)
Sepulang dari Keraton, kami makan siang sambil mengobrol. Tante saya ini benarbenar spesial. Katakata nasehat Tante memang cukup menohok saya, dan saya mulai berpikir keras hingga detik ini karena ucapan tante.
Setiba di rumah, tawaran teman-dari-Palembang menantang nyali ciut saya lagi. Otak saya berpikir keras sepanjang touring di Keraton. Ini adalah kesempatan saya yang pengecut untuk mengukur sejauh mana keberanian saya menantang diri sendiri. Liburan sekaligus belajar. Lagipula mumpung saya punya teman di dekat sini, maksud saya mumpung teman saya sedang di Jawa dan di dekat sini, apa salahnya bila saya pergi sambil menantang diri saya sendiri? Selama itu bukanlah hal yang merugikan diri saya sendiri. Baiklah, saya nekat. Berbekal nasehat dari Sahabat saya, sms dari teman-dari-Palembang, jaket dan shawl hangat milik tante serta tentunya ijin dari tante tersayang, saya beranikan diri pergi ke Kota Magelang mengendarai motor. Periksa peta dari Mirota lagi, teliti melihat papan arah berwarna hijau di jalanan, saya beranikan diri saya pergi ke Kota Magelang sendirian. “Haha.. Gudlak yah..” begitu kata teman saya.
Di jalan, perut saya bergejolak. Mual. Perasaan senang, takut, khawatir, raguragu bercampur aduk. Tapi tangan saya masih menarik gas motor. Setelah saya hampir yakin tersesat, akhirnya saya bertemu dengan Gapura “SELAMAT DATANG DI JAWA TENGAH” dan saya tidak percaya bahwa saya berhasil pergi sendirian di kota orang untuk ke kota lain dengan mengendarai motor. Bila boleh saya mengekspresikan, mungkin saya sudah berteriak, lompatlompat, jogetjoget. Berlebihan. Saya berteriak di jalan tidak percaya saya bisa. Saya masih mengikuti jalanan yang besar itu. Ternyata hampir putus asa itu masih ada, kemanakah arah Muntilan? Sudah hampir sejam dijalan, tapi sepertinya saya belum menemukan pencerahan. Hari mulai gelap untuk melihat plakat arah. Saya memilih berhenti di pinggir jalan untuk membaca lagi sms teman saya. Baiklah, saya melaju lagi perlahanlahan. Petunjuk dari teman saya sudah di depan mata. Alangkah senangnya saya. Menunggu teman saya di tempat yang ditemtukan. Setelah bertemu dan saya berhasil mengekspresikan kesenangan saya, “ya, selamat ya lu udah nyampe Magelang naik motor malam-malam,sendirian, dan elu cewek. Perlu dicatat itu ya, elu cewek!” ya, begitulah. :) Teman saya sedang tidak beruntung. Ia tidak berhasil mendapatkan ijin memotret di Klenteng. Lalu kami memilih lesehan sekoteng untuk menghangatkan tubuh dan makan sate untuk perut yang kosong.
Menjelang pukul 9 malam. Teman saya mengantar saya pulang ke Jogja. Teman yang baik hati dan bertanggung jawab. Tidak mau melihat teman perempuannya yang pengecut ini terjadi apaapa. :) Kami berpisah di Ringroad. Entah kapan lagi kami akan bertemu. Ratusan kilometer jarak kami. LIFE IS AN ADVENTURE.
Dari Ringroad saya mengendarai motor sendirian menuju rumah tante. Ternyata memang Tuhan lah yang berkuasa membolakbalikkan hati manusia. Saya tidak percaya diri, dan saya nyasar lagi. Dan saat itu malam hari, sendirian, naik motor, di Kota Jogja. Saya bertanya pada mbakmbak cantik di perempatan. Ketemulah saya di jalan pulang! Tante saya menunggu saya dirumah. Saya melihat kantuk yang luar biasa di mata tante demi menunggu saya pulang. Maaf ya, tante. Tapi ponakanmu yang pengecut ini sangat berterimakasih padamu.
Pembicaraan matang semalam bersama tante membuat saya terbangun ketika subuh. Menyiapkan diri ke Stasiun Tugu untuk membeli tiket pulang ke Surabaya. Naik motor sendirian. Setelah sarapan, saya berangkat. Di jalan, otak liar saya bekerja. Saya masih ingin mengelilingi Jogjakarta. Mm, tidak. Saya perlu istirahat. Sembari menunggu Mirota buka untuk membeli sedikit oleholeh untuk adik tersayang di rumah, saya mencoba memberanikan diri mengikuti arah plakat menuju Parangtritis. Manut dengan arah, saya bertemu dengan tulisan “Selamat Datang di Kota Bantul”. Jalanan Bantul cukup sepi, jalannya hanya satu. Kanan kiri masih terdapat sawah dan beberapa kampung penduduk setempat. Saya masih melaju terus. Bertemu dengan kampus Institut Seni Indonesia – Jogjakarta. Teringat teman saya yang ingkar janji pada saya kemarin, dia sedang kuliah di kampus nyentrik itu. Kampus impian saya dulu. Dan masih ada teman lainnya. Tapi saya memilih tidak mengganggu mereka untuk menemui saya. Mereka sibuk tentunya.
1 km dari kampus ISI, otak sehat saya mulai bekerja. Bila saya mnegikuti jalanan Bantul ini, saya bisa tiba di Pantai Parangtritis. Namun, resikonya adalah saya akan kelelahan dan bisa saja saya telat pulang kerumah, mungkin tante akan ngomelngomel meskipun tante adalah orang yang sabar. Tau diri, saya putar balik motor kembali ke Malioboro menuju Mirota. Sedang malas nawar di Pasar Malioboro, dan saya tidak memerlukan banyak oleholeh, maka cukup ke Mirota saja.
Pukul 2 siang saya berangkat ke stasiun diantar tante. Meninggalkan janji pada saudara saya yang cantik itu untuk menemaninya jalanjalan di Surabaya, meninggalkan ucapan semangat untuk anak tante yang tampan yang akan menghadapi sidang dan meninggalkan salam untuk Oom dan keponakannya serta anak angkat tante yang baik hati itu.
Ini pertama kalinya saya benarbenar sendirian handak menaiki kereta. Tiket kereta sudah ditangan dan siap memasuki gerbong yang tertulis di tiket. Kursi saya terlalu mewah untuk harga tiket yang saya beli. Seorang bapak bertanya pada saya mengenai kursi yang saya duduki. Saya mendapati nomor kursi yang sama. Saya bertahan pada kursi. Tapi hati saya gelisah. Saya memilih keluar dan mencari petugas kereta. Bapak baik hati yang sedang menggendong anaknya menawarkan bantuan pada saya. Benar adanya, saya salah gerbong! Itu gerbong eksekutif dan tiket saya hanya kelas bisnis. Saya malu sama bapak yang tadi, saya pergi mencari gerbong saya lalu segera mencari tempat duduk saya. Seorang bapak sedang telpon sudah duduk di kursinya, bersebelahan dengan saya. Sepertinya akan menjadi perjalanan yang membosankan. Sendirian dan malam hari, tidak ada yang bisa saya nikmati selama perjalanan.
Menenangkan diri di kereta sendirian, saya mengirim sms ke semua temanteman yang saya temui selama di Jogja. Terima kasih karena sudah memberi pengalaman yang mengesankan bagi diri saya.
Pukul 16.00 Sancaka Sore berangkat dari Stasiun Tugu. 3 menit berhenti sejenak di Stasiun Solo Balapan. Dari dalam gerbong saya melihat sosok yang saya kenal. Seperti teman saya. Saya ikuti arahnya, dan ternyata dia masuk lagi ke gerbong yang sama dengan saya. Saya raguragu, apakah dia benar teman saya, maka saya mengirim sms ke teman saya tadi. Benar adanya kami berada di dalam gerbong yang sama. Saya bertemu teman lagi!! Yeah!! Tanpa pikir 2 kali, saya mendatanginya dan duduk di kursi sebelahnya yang kosong. Bercerita. Dia menyayangkan saya yang tidak menghubunginya selama di Jogja, padahal tadi pagi saya yang sedang iseng ke Bantul, dia sedang bersantai di kost. Kost yang tidak jauh dari Kampus ISI. Dia tentu bukan teman saya yang saya maksud ingkar janji, dia teman saya yang lainnya. Perjalanan kami samasama menuju Surabaya. Dia sedang survey demi tugas kuliah lapangan. Tempat ia survey berada di pusat kota Surabaya, maka ia pulang ke Surabaya. Percakapan berhenti sampai di Stasiun Madiun, saya kembali ke kursi saya.
Gelisah saya juga berkurang setelah saya yakin siapa yang akan menjemput saya di Stasiun Gubeng Surabaya nanti. Pukul 21.00 kereta berhenti di Stasiun Gubeng. Saya memilih dijemput untuk menghemat ongkos taksi. Lebih baik untuk traktir makan. Tapi saya merepotkan orang. Maaf ya gan, merepotkanmu. Tapi terimakasih banyak! Menunggunya datang sama dengan saya sudah tiba dikosan. Tidak apa, sambil melepas rindu pada teman baik saya yang sedang berjuang untuk Tugas Akhir nya, saya yakin dia pasti ingin mendengarkan cerita saya setelah saya tersenyum lebar saat bertemu dengannya.
Lapar.Ia menemani saya makan di restoran fastfood 24 jam dekat kampus. Tidak, saya makan sendirian.Saya bercerita banyak, dan dia seperti biasanya mendengarkan dengan baik. Ia berpesan agar tidak terlalu ketagihan backpacking, karena dia juga sudah mengalaminya. Hahaha... sepertinya kau perlu mengajakku pergi, gan! Memberinya semangat untuk berjuang dan menjajikannya nonton film yang sempat ditawarkan temanteman saya di Jogja kemaren. Temanteman kampus saya terlalu menghebohkan film ini memang, karena salah satu kru art directornya adalah adik tingkat kami di kampus. Mestakung! :)
Anyway, perjalanan saya kemaren memang tidak terlalu jauh, dan tidak pergi kemanamana. Saya masih terlalu pengecut untuk memberanikan diri. Tapi saya masih mau mencoba perjalanan ke kota lainnya. Sekali lagi, saya hanya sedang menantang diri saya sendiri.
Terima kasih untuk bapak dan ibu yang memercayakan saya. Tante dan keluarga yang memberikan tumpangan untuk saya tinggal dan pinjaman motornya. Temanteman yang membuat cerita saya jadi berkesan!
Sayang sekali, ternyata partisi di HDD saya error karena kesalahan saya. Video karnaval yang saya ambil susah payah berjubel kemaren harus ilang. :(
Tapi semua benarbenar berkesan bagi saya! :D
Tuesday, November 8, 2011
Thank You
Mom, silently you teach me how to be better daughter and to how to be the right woman in my future
Dad, wisely you teach me how to face every problem, to be steadfast, and to be responsible for bringing this family
Brother, you show me that there are another world around us, every deficiency there's always an excess, and it make world completely beautiful
Sister, look at your growth make me learn how to be patient and mature
You inspiring my world..
and YOU, will teach me how to be close to HIM and complete me