Saturday, January 7, 2012

Madura dan Senyumnya



"wohoooo.....!!!"


Begitu teriak saya ketika saya dan motor saya sudah menginjakkan tanah Madura. Ya, Madura. Akhirnya tersampaikan juga keinginan saya untuk melakukan perjalanan ke Madura. Ini adalah dampak ‘kecanduan’ saya akibat kemarin berhasil melakukan perjalanan dari tanah orang ke tanah orang. Ya, dari Jogjakarta ke Magelang kembali lagi ke Jogjakarta, malam hari. Beruntung ada Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura yang bisa ditempuh selama ±10 menit saja, tidak perlu berlamalama menyeberang menggunakan ferry dan tidak perlu mengeluarkan kocek terlalu dalam, cukup dengan tiga ribu rupiah saja untuk melewati tol Suramadu.

Perjalanan dimulai dari rumah teman saya. Rencana keberangkatan jam 5 pagi harus batal karena cuaca di sekitar gerimis. Gerimis reda mulai pukul 5.45 waktu teman saya. Bekal sudah siap, tinggal berangkat. Kami berangkat, isi bensin, dan bayar tol. Suramadu.. perjalanan yang cukup panjang untuk melawan angin kencang di atas jembatan. Tapi perjalanan begitu menyenangkan karena cuaca juga cukup mendukung. Tidak panas, tidak pula hujan, tapi mendung. Teman saya mengingatkan saya untuk sholawat daripada berteriakteriak. Hehe..

Ng… teman saya ini perempuan. Ya, kami berdua perempuan yang akan melakukan perjalanan panjang menuju Kota Sumenep, Madura dengan mengendarai motor. Ya, berdua saja. Memang banyak yang gelenggeleng kepala melihat ulah kami. Tapi itu lebih baik daripada saya sendirian to? Hehe..

Madura itu.. Hijau! Begitu yang saya tangkap. Sepanjang perjalanan, saya mendapati hamparan sawah dan hutan yang masih hijau. Indah, sejuk! Hm… Sejuk? Mungkin karena cuacanya memang sedang bersahabat, tidak terlalu panas dan tidak terlalu mendung. Karena kata teman saya dari Madura, Madura itu panas, karena jalanan utamanya berada di pesisir pantai. Jalanan Madura tidak selebar jalanan di Kota Surabaya ataupun Gresik. Kotanya juga kecil. Harus mengalah bila berpapasan dengan truk. Jalan utama di pulau pemilik Karapan Sapi ini hanya satu, dan jalan itulah yang menghubungkan kota Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep di jalur selatannya. Bila diteruskan bisa mengikuti jalanan jalur utara. Tapi, menuju ke Sumenep saja saya pikir sudah sesuatu, mengingat Sumenep adalah kota paling Timur di Madura.


Sepanjang perjalanan masih ditemani hamparan sawah dan hutan hijau. Rumahrumah penduduk di pinggir jalan luasnya hanya beberapa ratus meter saja. Sesekali melewati pasar yang cukup padat. Pasar Tanah Merah, pasar Blega, Pasar Camplong. Tak hentihentinya saya dan teman saya mengucapkan Subhanallah.. Madura begitu hijau! Tapi bisa jadi karena musim hujan sehingga tanaman tumbuh subur, tapi bisa jadi begitu kering ketika musim panas. Melewati kota Sampang disuguhi birunya laut.

“Woowww… woowww… apiiikkkk!!!” begitu teriak teman saya. Saya juga.

Dua jam sudah kami diperjalanan. Pukul delapan pagi, tapi saya masih mengendarai motor. Sesekali benak saya memikirkan, “masih jauh ini..masih 2 jam lagi sampai ke Sumenep.. ah.. aku menikmatinya!” Suguhan pantai di Sampang, dan hutan bakau serta pohon kelapanya begitu memanjakan mata. Bibir saya tidak berhenti tersungging di balik scraff. Saya senang! Saya senang dengan perjalanan saya ini, saya berharap bisa melakukan perjalanan seperti ini lagi ke kota lainnya.

“Selamat Datang di Kota Pamekasan”, papan itu terpampang besar di jalan. Kami berteriak lagi. Ya, terlalu heboh memang. Tapi ini memang kami. Haha..
“Wow!! Pamekasan!!! Yeesss….!! Habis Pamekasan, trus Sumenep..!!”
“Ya!!”
“Ya, tapi berapa kilo lagi juga gak tau.. hahaha….”Oke.
Kami memang menikmati perjalanan panjang ini. Kentungan di perut kami tibatiba berbunyi. Lapar, kami mau sarapan. Setiba di Kota Pamekasan, kami memutuskan untuk sarapan. Jam saya menunjukkan pukul 8.30 pagi. Sambil menunggu pesanan datang, saya mengirim pesan pendek kepada seorang teman yang akan menjadi guide kami di Sumenep. Kami segera makan, lalu segera beranjak. Sebelum pergi, saya memilih bertanya pada Ibu penjual soto ayam itu, si Ibu memberikan petunjuk, lalu kami pergi. Sempat nyasar dan salah arah, tapi syukurlah tidak jauh. Sempat pula ikut masuk ke dalam arus operasi polisi, tapi kami beruntung jadi ada yang ditanyai. Mengikuti apa kata si Bapak Polisi, kami melakukan perjalanan lagi.

Masih disuguhi dengan hamparan hijau sawah dan hutan, jalanan seperti milik kami. Ah, tidak juga. Hanya saja memang terasa sepi. Mungkin karena hari itu hari libur cuti bersama setelah natal, banyak orang bepergian atau mungkin hanya di rumah saja malas keluar. Sayang sekali saya yang suka jepratjepret meskipun hasilnya jelek, sedang memegang kendali motor, jadi tangan saya tidak bisa menjepret apa yang saya suka. Teman saya juga tidak berani untuk memegang kamera pocket saya, takut jatuh katanya. Yasudahlah, cukup saya rekam melalui mata saya dan saya simpan di ingatan saya saja.

“Sumenep-Sumekar”. Memasuki kota Sumenep. Merentangkan tangan, menikmati udara Sumenep. Masih dengan hutannya yang hijau. Dengan sabar kami melewati jalanannya. Sejam kemudian kami tiba di pusat Kota Sumenep, alunalun Sumenep, kami langsung menuju ke Keraton yang tak jauh dari alunalun. Disana kami bertemu dengan teman saya. Dia yang menjadi guide kami di Sumenep untuk beberapa jam kedepan.

Keraton sedang ramai, biasanya tidak seramai saat itu. Kata teman saya begitu. Keraton Madura tidak kalah bagusnya dengan Keraton Jogjakarta. Sayangnya, beberapa peninggalan Keraton Madura ini tidak dirawat. Contohnya saja pakaian Keraton yang semestinya bisa dipajang di manekin dengan replika pakaiannya seperti di Keraton Jogja, tapi pakaian ini malah lusuh, terlipat rapi namun robekrobek di dalam etalase kaca dengan warna yang mulai memudar dan kusam. Mungkin karena Keraton Sumenep ini sudah berhenti sejak tahun 1900 dan hanya dijalankan oleh Bupati bila ada event tertentu saja. Sedangkan Keraton Jogja masih beroperasi hingga saat ini.
Labang Misem, yang berarti Pintu Senyum, merupakan pintu gerbang Keraton Sumenep.


Ruangan ini masih digunakan untuk event tertentu oleh Bupati setempat.
Furnitur dan kolomnya begitu detail, masih khas dengan Majapahit sebagai Kerajaan utamanya.





Lorong menuju bangunan utama Keraton.
Detail arsitekturnya begitu indah! Keramik di tengah lorong seolah menujukkan bahwa Sumenep ini merupakan wilayah yang juga dihuni oleh para pendatang dari beberapa daerah, China misalnya. Karena Keraton Sumenep ini juga merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit.
Salah satu teras dari bagian utama Keraton.
Jendela tersebut menghubungkan langsung dengan salah satu ruang kamar dalam Keraton.
Ini kamar yang saya maksud. Detail dari tiap furniturnya begitu indah. Sayangnya, bagian dalam bangunan utama ini tidak dibuka untuk umum, tapi kami masih bisa melihat isi kamar melalui jendela. :D
Kamar lainnya.
Setiap detail ornamen di Keraton Sumenep ini tidak jauh berbeda dengan detail ornamen asal Jawa. Karena wilayah Jawa, terutama Jogjakarta, dan Sumenep dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit sehingga memiliki beberapa kesamaan dalam sentuhan seni yang diterapkan pada perabotnya.
Hmm.. begitulah kurang lebih analisa saya sebagai lulusan mahasiswa desain interior.. haha.. semoga tidak salah.
Keraton ini cukup sejuk, mengingat anginnya yang datang dari tanaman sekitar dan juga pohon beringin tua yang berada di sebelah bangunan Keraton. Namun, saya dan teman saya merasa ada yang berbeda ketika kami melihat kedua ruang kamar melalui jendela terbuka yang disediakan untuk dilihat para pengunjung. Angin yang kami rasakan lebih sejuk dari dalam ruangan daripada luar ruangan, padahal di dalam ruang kamar tersebut tidak terdapat pendingin ruangan sama sekali.

Mistis dan aneh kata teman saya, anginnya 'dingin'. Namun, menurut saya itu lebih karena karakter bangunan tua Keraton yang memiliki plafon yang yang cukup tinggi dan dinding yang cukup tebal. Selain itu, karena adanya perputaran angin dari dalam bangunan yang saya yakin masih terdapat halaman di bagian dalam Keraton tersebut dan terdapat berbagai macam tanaman rindang. Sayangnya saya tidak bisa membuktikannya secara langsung karena peraturan akses untuk para pengunjung.
Pintu ini merupakan akses memasuki ruangan utama Keraton. Pintu ini juga merupakan batas antara area pengunjung dengan area private Keraton. Megah dan indah!
Arca ini berada di salah satu bagian dalam bangunan Keraton
Mmm.. kalo dalam bahasa Jawa, yang seperti ini namanya Gebyok, biasanya ada di Jawa Tengah dan Jogjakarta. Kalo di Madura namanya saya kurang tahu. :P Pintu ini merupakan akses masuk menuju salah satu museum yang berada di dalam komplek keraton, dimana di dalamnya berisi perabot rumah tangga pada masa Kerajaan Sumenep berjaya.
Di dalam bangunan ini terdapat lonceng.Di belakang bangunan ini terdapat sebuah pohon beringin yang cukup besar,usianya sepertinya sudah sangatsangat tua :P
Mimbar ini terdapat di Pendopo Keraton, terdapat lambang Kota Sumenep, yaitu kuda bersayap. Konon, kuda bersayap dipercaya masyarakat setempat memang ada dan merupakan kuda tunggangan Jokotole.


Setelah mengitari bangunan utama Keraton, kami memasuki Taman Sare yang dulunya merupakan tempat pemandian bagi para Puteri Raja.

Kemudian kami memilih keluar dari komplek utama keraton, dan memasuki Museum Keraton yang terdapat di seberangnya.
Beberapa diantara isi Museum Keraton Sumenep. Gambar pojok kanan atas merupakan alat musik yang digunakan pada masa itu. Alat musiknya tidak jauh berbeda dengan Keraton Jogjakarta, karena masih samasama dari Kerajaan Majapahit.
Kereta yang terdapat di Museum. Kereta ini dibuat dari Inggris. Diameter rodanya mengalahkan tinggi teman saya! :P
Ranjang di dalam Museum Keraton Sumenep beserta detailnya.

Keluar dari keraton, kami memilih pergi makan siang, mencicipi salah satu makanan khas Madura. Salah satu saja, waktu kami mepet kalau banyakbanyak. Rujak Cingur khas Madura. Kota Surabaya juga memiliki makanan khas Rujak Cingur, tapi kami penasaran dengan makanan ini versi Madura. Ternyata Rujak Cingur di Madura memiliki versi yang berbedabeda, Rujak Cingur di Kota Pamekasan dan Sumenep itu berbeda rasanya. Teman saya bilang Rujak Cingur di Sumenep menggunakan sedikit cuka, sedangkan di Pamekasan tidak.
Rujak Cingur Khas Madura - Sumenep. Enak!
Rasanya memang jauh berbeda dengan Rujak Cingur Surabaya. Rasa petis rujak cingur Surabaya memang lebih ‘nendang’ daripada Rujak Cingur Madura. Tapi makanan ini begitu bersahabat di lidah saya. Bumbu kacangnya begitu terasa. Isi makanan dibalik bumbunya ada lontong, singkong, keripik singkong, sayur kangkung, ketimun dan tentu saja cingurnya!Selesai makan kami bergegas ke tujuan selanjutnya, Pantai Lombang (baca: Pantai Lombèng). Kata teman saya perjalanan menuju pantai Lombang hanya 30 menit. Perjalanan pun dimulai. melewati tracking yang cukup terjal (ehm, lebay). Jalanan menuju sang pantai tidak begitu bagus dan becek. Sesekali saya teriak karena si ban motor harus melewati lubang jalan dan kubangan air. Perjalanan menuju pantai masih dengan khas Madura, hijau dan hijau. Adem!
Pintu masuk Pantai Lombang (Sumber : google.co.id)
Tiba juga di pantai. Disambut oleh pepohonan Cemara Udang. Rindang dan teduh. Berjalan lagi dan saya akhirnya melihat bibir pulau.. Pantai! Pantai Lombang ini ombaknya tidak seseram pantai yang sering kita lihat. Pantai Lombang ombaknya cukup tenang, dan worth it lah untuk bermainmain. Di Pantai Lombang disediakan penyewaan kuda untuk mengelilingi pantai. Tapi (lagilagi) kami terlalu menikmati bermainmain di pantai. Sekedar saling mengolok, bercerita, bermain air, dan berfotoria.
Pantai yang tenang dan menyenangkan
Saat itu cuacanya memang sedang bersahabat. Tidak terlalu panas dan menyenangkan untuk bermaianmain saat liburan.
not the best shoot of all, but I was happy to be there :)
kami bermainmain :P
Beginilah hijaunya Madura saat itu..
Hijaunya memang benarbenar menyegarkan mata.

Ah, sayang sekali waktu kami singkat. Temanteman baik dari Sumenep masih ingin membawa kami mengelilingi Madura, tapi saya dan teman saya harus pulang.
"Sudahlah, besok bolos kerja saja... sehari lagi... aku bawa kalian ke Pantai Slopeng, ke gua yang bagus, Asta Tinggi, dan ke tempat-tempat menarik lainnya.."
"Ah.. sayang sekali... kami tidak bisa..."
Ya, saya jadi punya hutang untuk sekali lagi mendatangi Madura. Masih ada Pantai Slopeng yang ingin sekali temanteman Sumenep ajak kami pergi kesana, wisata gua-entah apa namanya, Asta Tinggi, dan saya yakin masih ada beberapa tempat lainnya. Sebelum kami keluar dari pantai, kami masih mampir untuk makan Rujak Cingur Madura lagi. Hehe..Jam tangan saya menunjukkan pukul 16.45. Kami bergegas pergi setelah perpisahan yang diberatkan temanteman Madura. Mereka ingin kami menetap semalam di sana, karena cuaca mendung dan gerimis. Benarlah adanya, kami melakukan perjalanan pulang selama ± 4 jam malam hari (tentu ini juga dikhawatirkan oleh temanteman saya) dan dibawah guyuran hujan! Yap, sepanjang perjalanan Madura-Surabaya dibawah guyuran hujan dan malam hari. Benarbenar menyeramkan namun menyenangkan! Saya masih mau melakukan perjalanan yang semacam ini, naik motor dan jauh, tapi entah teman saya. Haha..

Tiba di Kota Surabaya setalah melewati Jembatan Suramadu, melawan hujan yang cukup deras dan angin yang cukup kencang di atas sang jembatan, pukul sembilan malam. Hmm... tangan kami berkerut karena basah, kami menggigil kedinginan, seketika teman saya flu. Kami memilih segera mencari makan malam, meskipun akhirnya kami memilih bawa pulang. Tapi bebek goreng dari Surabaya memang maknyus, ditambah lagi dengan nasinya yang masih hangat, jadi cukup menghangatkan badan kami yang kedinginan.

Ah, Madura.. Saya mau kalo kesana lagi.. Hehe..
Tapi nanti ya..
Saya masih ingin ke tempattempat menarik lainnya..

That was a great experience!! Haha..

Terima kasih, Alhamdulillah.. :)

8 comments:

Jendela Kamarmu said...

.. Wah, pertama melihat judulnya "Madura dan senyumnya", aku merasa benar-benar tersenyam-senyum sendiri :D. Ini pertama kali aku membaca tulisan-tulisanmu, khususnya tulisanmu tentang perjalananmu di Madura, Setelah aku membacanya, kok rasanya kalimat-kalimatmu menyeret aku ke dalamnya ya, rasanya aku tenggelam dan larut lagi ke dalam moment-moment yang kamu alami di Madura.
Tulisanmu sangat mengalir, hidup, dan lugas sekali, aku suka.
Tulisanmu adalah flashback, dan renungan kenangan di hari2 esok selanjutnya di kala kamu sudah beranjak jauh,. :)

Tetaplah menulis. Tetaplah abadi. karena setiap tulisan merupakan dunia tersendiri, yang terapung-apung antara dunia kenyataan dan dunia impian.

Pramoedya Ananta Toer pernah berkata "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, apalah artinya. ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah,..

Ciao \:D/ ..

aloysia said...

Terima Kasih..
menurut saya, tulisan setiap orang memiliki gaya yang berbeda, mereka menari bersama pemiliknya. tulisan itu merupakan gaya yg dimiliki orang itu. tidak perlu mengikuti orang lain, menulis saja sesuai jati dirinya.. :)

Jendela Kamarmu said...

ya.. "TULISANMU MENCERMINKAN DIRIMU SENDIRI..."
tak sabar menunggu tulisan-tulisanmu yang lain. ;)

aloysia said...

yah..itu maksud saya.. :)
sebelum tulisan yang baru muncul, silakan mengapung di tulisantulisan sebelumnya.. :P

pinkpower said...

baru tau kalo di Madura ada keraton.. dan itu pantainya bersih bangeeeetttt... dan pastinya bersih juga dari 'bikini' dan aksi nude lainnya.. wehehehehe...

aloysia said...

ehehehe...kau pasti bosan ya liat yg gitu2..ihihihiii...
ayo pulang! nanti aku bawa kesana!! :D
soale aku pingin ksana lg..hehe :P

pinkpower said...

ayooooooo... nantikan kehadiran saya...

aloysia said...

yo...tak enteni buk! hahaha