Kemarin malam saya menemukan tulisan ini di kolom draft.
Tertanggal 1 September 2012, 6:29 WIB
Hanya mengenang...
yang saya tahu, tulisan ini belum selesai, dan terpaksa harus selesai.
Sebangunku dari tidur, mentari menyambut hangat. Langkahku bagai mambawa sebongkah semangat, untuk menjamah ruang kosong di sana. Secangkir kopi hangat dipersembahkan untuk ucapan selamat pagi beriring dengan asa.Tiap ku melihat jam di tangan, lalu kulihat lagi untuk kedua kalinya, lalu kuhitung. Waktu berselisih. Secercah senyum yang tumpah di wajahku, kupersiapkan setiap waktu untuk hariku. Demi waktu yang tak akan terganti dan tak akan berulang. Tak akan tersiasiakan oleh ulah konyolku untuk mengukir gelak tawa atas nama kenangan.
Disini ada beban berat yang sedang kita jinjing. Tapi aku dan kamu sedang melompatlompat bak anak kecil berlarian. Kita bagai tuli apa kata mereka, bersembunyi terkikik geli mentertawakan dunia. Lalu kita berjalan dan tertawa atas kemenangan kita. Kepalkan tangan kita ke atas langit untuk kemenangan melawan ego kita. Kau dan aku tahu akan sebuah ketentuan, tapi kita berlari melompat terkikik meninggalkannya.
Lihat dirimu. Tinggi dan berisi. Lalu lihat diriku. Hitam dan kurus. Tapi kita menerjang teriknya matahari demi sebuah kata, bahagia. Ada sebongkah ruang kosong di belakangmu. Lalu kau bilang, kemarilah. Disitu kau tuang secangkir teh hangat untuk kuseduh.Sebelum lelap mengganti peluh tadi, kau hempaskan semua caci makimu dalam tawa. Ruangannya menggemakan tawa kita. Tak ada rangkaian kata indah untuk merajuk rayu. Tak ada anyaman janji untuk mimpi yang ternyata palsu. Kau dan aku hanya berjalan beriringan saling bergandengan, menapaki bebatuan di depan kita. Percaya akan buruknya kata menyerah demi sebuah kata bukti.
Itu hariku. Dan ini harimu. Bila ini semangkuk es krim Zangrandi yang legendaris itu, begitu manis dan dirindukan. Bila itu sebuah pentas kesenian, ludruk lah yang menjadi tuan rumah. Bila ini bangunan bersejarah, Kota Pahlawan adalah tujuan. Bila itu makanan tradisional yang dirindukan, lontong balap; rujak cingur; lontong kupang menyesap lidah. Bila kita hendak berlari pada dunia kita, Jogjakarta dengan seni dan budayanya memang istimewa.
Hahaha... Lihat aku, mengkhayalkan perbuatan kita. Tapi kamu melepaskanku pada alunan gamelanmu. Membiarkanku menari bertopang mendak bak kesurupan. Kau sembulkan asap rokokmu, kututup hidung dan meninggalkanmu. Tertawa lepas kau matikan pembunuhmu dan menggamitku. Lalu kita pergi membelah bumi kota kita.
Sayang, tahukah kau apa itu kata 'lengkap'?
aku belum tahu.
No comments:
Post a Comment